Profil Sulawesi Tengah
PROFIL SULAWESI TENGAH
Sulawesi Tengah (disingkat
Sulteng) adalah sebuah provinsi di bagian tengah
Pulau Sulawesi, Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Palu. Luas wilayahnya 61.841,29 km², dan jumlah
penduduk sebanyak 2.985.734 jiwa
(2020). Sulawesi Tengah memiliki wilayah terluas di antara semua provinsi di Pulau Sulawesi, dan memiliki jumlah
penduduk terbanyak kedua di Pulau
Sulawesi setelah provinsi Sulawesi Selatan
PENGARUH HINDIA BELANDA
Wilayah sepanjang pesisir barat
Sulawesi Tengah, dari Kaili hingga Tolitoli, ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa sekitar pertengahan abad ke-16 di
bawah kepemimpinan Raja Tunipalangga.
Wilayah di sekitar Teluk Palu merupakan pusat
dan rute perdagangan yang penting, produsen minyak kelapa, dan pintu masuk ke pedalaman Sulawesi Tengah.
Di sisi lain, daerah Teluk Tomini
sebagian besar berada di bawah kekuasaan Kerajaan Parigi.
Pada tahun 1824, perwakilan
Kerajaan Banawa dan Kerajaan Palu menandatangani
Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) dengan pemerintah kolonial. Kapal-kapal Belanda mulai sering berlayar di bagian
selatan Teluk Tomini setelah tahun
1830.
Sulawesi Tengah baru benar-benar
"diperhatikan" oleh Pemerintah Hindia Belanda pada periode tahun 1860-an. Seorang pejabat pemerintah bernama Johannes Cornelis Wilhelmus
Diedericus Adrianus van der Wyck, berhasil
mengunjungi Danau Poso pada tahun 1865 dan menjadi orang Eropa dan Belanda pertama yang melakukannya. Langkah ini diikuti
oleh pejabat pemerintah lainnya,
Willem Jan Maria Michielsen, pada tahun 1869.
Wacana untuk menduduki wilayah ini ditolak dan merujuk kepada kebijakan anti-ekspansi yang dikeluarkan
pemerintah kolonial pada zaman itu.
Baru pada tahun 1888, sebagian besar wilayah ini mulai menjalin hubungan dengan pemerintah di Batavia
melalui perjanjian pendek yang ditandatangani
oleh para raja dan penguasa lokal, sebagai tindakan antisipasi pemerintah terhadap kemungkinan tersebarnya pengaruh
politik dan ekonomi Britania Raya di
wilayah ini.
Pada periode tersebut, Sulawesi
Tengah berada di bawah yurisdiksi Afdeling Gorontalo,
yang berpusat di Gorontalo. G. W. W. C. Baron van Höevell, Asisten Residen Gorontalo, khawatir pengaruh Islam yang
begitu kuat di Gorontalo akan meluas
ke wilayah Sulawesi Tengah yang saat itu masih
belum dimasuki agama samawi, dan penduduknya sebagian besar masih pagan, penganut animisme, dan
memeluk agama suku. Baginya, agama
Kristen adalah penyangga yang paling efektif melawan pengaruh Islam. Ia menghubungi lembaga misionaris
Belanda, Nederlandsch Zendeling Genootschap
(NZG), dan meminta mereka untuk menempatkan seorang misionaris di wilayah ini. Pada tahun 1892, NZG kemudian
mengirimkan misionaris bernama
Albertus Christiaan Kruyt, yang ditempatkan di Poso. Langkah ini dilanjutkan pada tahun 1894, ketika pemerintah mengangkat Eduard van Duyvenbode
Varkevisser, sebagai Kontrolir atau pejabat
pemerintah yang akan menjadi pengawas dan pemimpin wilayah di Poso.
PENAKLUKAN MILITER OLEH
BELANDA
Penaklukan Belanda di Sulawesi
Tengah dimulai dengan serangkaian serangan
militer terhadap berbagai kerajaan lokal dan daerah. Pada tahun 1905, sebagian wilayah di Poso terlibat
dalam pemberontakan gerilya melawan
pasukan Belanda, sebagai bagian dari kampanye militer terkoordinasi Belanda ke seluruh daratan Sulawesi. Salah satu
kampanye militer yang terkenal adalah
"penaklukan" Kerajaan Mori dalam Perang Wulanderi yang terjadi pada tahun 1907.[13] Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke
tangan Pemerintahan Hindia Belanda,
dari Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan
di Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
1. Poso Lage di Poso
2. Lore di Wanga, Lore Utara,
Poso
3. Tojo di Ampana
4. Una-Una di Pulau Una-Una
5. Bungku di Bungku
6. Mori di Kolonedale
7. Banggai di Luwuk
8. Parigi di Parigi
9. Moutong di Tinombo
10. Tawaeli di Tawaeli
11. Banawa di Donggala
12. Palu di Palu
13. Sigi/Dolo di Biromaru
14. Kulawi di Kulawi
15. Tolitoli di Tolitoli
ZAMAN KEMERDEKAAN
Dalam perkembangannya, ketika
Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan sudah
tidak berkuasa lagi di Sulawesi Tengah serta seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat kemudian membagi wilayah
Sulawesi Tengah menjadi 3 (tiga)
bagian, yakni:
1. Sulawesi Tengah bagian Barat,
meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten
Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di
Sulawesi.
2. Sulawesi Tengah bagian Tengah
(Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan
Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi
Tengah dibagi menjadi 2 Afdeeling
yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
3. Sulawesi Tengah bagian Timur
(Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan
Sulawesi Timur Bau-bau.
Tahun 1964 dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2
Tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Donggala,
Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan
Kabupaten Buol Tolitoli. Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Provinsi yang
otonom berdiri sendiri yang
ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah
dan selanjutnya tanggal pembentukan
tersebut diperingati sebagai Hari Lahirnya Provinsi
Sulawesi Tengah.
ZAMAN REFORMASI
Dengan perkembangan Sistem
Pemerintahan dan tutunan Masyarakat dalam era
Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi Kabupaten, maka Pemerintah Pusat
mengeluarkan kebijakan melalui Undang-undang
Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 51 Tahun 1999
tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali
dan Banggai Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002 oleh Pemerintah Pusat
terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi
Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Setelah pemekaran beberapa wilayah
kabupaten, provinsi ini terbagi
menjadi 14 daerah, yaitu 13 kabupaten dan 1 kota. Ibu kota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk
Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu
yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di
laut.
GEOGRAFI
Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah
bagian utara berbatasan dengan Laut Sulawesi
dan Provinsi Gorontalo, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Maluku, bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, bagian
tenggara berbatasan dengan Sulawesi Tenggara,
dan bagian barat berbatasan dengan Selat Makassar.
HIDROGRAFI
Sulawesi Tengah juga memiliki
beberapa sungai, di antaranya sungai Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa
dan sungai Palu. Juga terdapat danau
yang menjadi objek wisata terkenal yakni Danau Poso dan Danau Lindu. Sulawesi
Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang
memiliki keunikan flora dan fauna
yang sekaligus menjadi objek penelitian bagi para ilmuwan dan naturalis.
IKLIM
Garis khatulistiwa yang melintasi
semenanjung bagian utara di Sulawesi Tengah
membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda dengan Jawa dan Bali serta sebagian pulau Sumatra,
musim hujan di Sulawesi Tengah antara
bulan April dan September sedangkan musim kemarau antara Oktober hingga Maret. Rata-rata curah hujan berkisar antara 800
sampai 3.000 milimeter per tahun yang
termasuk curah hujan terendah di Indonesia. Temperatur
berkisar antara 25 sampai 31° Celsius untuk dataran dan pantai dengan tingkat kelembaban antara 71 sampai
76%. Di daerah pegunungan suhu dapat
mencapai 16 sampai 22° Celsius.
FLORA DAN FAUNA
Sulawesi merupakan zona
perbatasan unik di wilayah Asia Oceania, di mana flora dan faunanya berbeda jauh dengan flora dan fauna Asia yang
terbentang di Asia dengan batas
Kalimantan, juga berbeda dengan flora dan fauna Oceania yang berada di Australia hingga Papua dan Pulau Timor.
Garis maya yang membatasi zona ini
disebut Wallace Line, sementara kekhasan flora dan faunanya disebut Wallacea, karena teori ini dikemukakan oleh
Wallace seorang peneliti Inggris yang
turut menemukan teori evolusi bersama Darwin.
Sulawesi memiliki flora dan fauna
tersendiri. Binatang khas pulau ini adalah anoa
yang mirip kerbau, babirusa yang berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena
Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi
yang berwarna-warni yang merupakan varitas binatang berkantung serta burung maleo yang bertelur pada
pasir yang panas.
Hutan Sulawesi juga memiliki ciri
tersendiri, didominasi oleh kayu agatis yang
berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinang-pinangan (spesies rhododenron). Variasi flora dan
fauna merupakan objek penelitian dan
pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti
Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam
Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah SuakaMargasatwa di
Bangkiriang.
DEMOGRAFI
Jumlah penduduk Sulawesi Tengah
pada tahun 2010 adalah 2.831.283 jiwa, dengan
kepadatan 46 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di provinsi Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Parigi Moutong dengan jumlah penduduk 449.157
jiwa, sedangkan Kota dengan jumlah
penduduk terbanyak adalah Kota Palu sebanyak 362.202 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk adalah 1,95% per
tahun (2010). Sementara penduduk
Provinsi Sulawesi Tengah yang tinggal di daerah pemukiman dan pedalaman ialah sekitar 30%, daerah pesisir
60%, dan kawasan kepulauan ialah 10%.
Pertanian merupakan sumber utama
mata pencaharian penduduk dengan padi
sebagai tanaman utama. Kopi, Kelapa, Kakao dan Cengkih merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini
dan hasil hutan berupa rotan, beberapa
macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.
Masyarakat yang tinggal di daerah
pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping
pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah
sering mengadakan upacara untuk
menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur serta tuak yang difermentasikan dan
disimpan dalam bambu.
ETNIS
Penduduk asli Sulawesi Tengah
terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
1. Etnis Kaili berdiam di
kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Sigi dan
kota Palu
2. Etnis Kulawi berdiam di
kabupaten Sigi
3. Etnis Lore berdiam di
kabupaten Poso
4. Etnis Pamona berdiam di
kabupaten Poso
5. Etnis Mori berdiam di
kabupaten Morowali
6. Etnis Bungku berdiam di
kabupaten Morowali
7. Etnis Saluan atau Loinang
berdiam di kabupaten Banggai
8. Etnis Balantak berdiam di
kabupaten Banggai
9. Etnis Mamasa berdiam di
kabupaten Banggai
10. Etnis Taa berdiam di
kabupaten Banggai
11. Etnis Bare'e berdiam di
Kabupaten Parigi Moutong, Poso, dan
Tojo Una-Una
12. Etnis Banggai berdiam di
Banggai Kepulauan
13. Etnis Buol mendiami kabupaten
Buol
14. Etnis Tolitoli berdiam di
kabupaten Tolitoli
15. Etnis Tomini mendiami
kabupaten Parigi Moutong
16. Etnis Dampal berdiam di
Dampal, kabupaten Tolitoli
17. Etnis Dondo berdiam di Dondo,
kabupaten Tolitoli
18. Etnis Pendau berdiam di
kabupaten Tolitoli
19. Etnis Dampelas berdiam di
kabupaten Donggala
Di samping 13 kelompok etnis, ada
beberapa suku hidup di daerah pegunungan
seperti suku Da'a di Donggala dan Sigi, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Taa di Ampana dan
Banggai, dan suku Daya di Buol Tolitoli.
Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu
dengan yang lainnya, namun masyarakat
dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah
dihuni pula oleh transmigran seperti dari
Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami
wilayah Sulawesi Tengah adalah
Mandar, Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur.
BAHASA
Bahasa resmi instansi
pemerintahan di Sulawesi Tengah adalah bahasa Indonesia. Hingga 2019, Badan Bahasa mencatat ada 21 bahasa daerah
yang dipertuturkan di Sulawesi
Tengah. Kedua puluh satu bahasa tersebut adalah:
1. Bahasa Bada, terdiri dari 2
dialek, yaitu dialek Napu dan dialek Bada
Tiara. Bahasa Bada dituturkan di Kabupaten Poso yaitu dialek Napu, sedangkan dialek Bada Tiara dituturkan di Kabupaten Parigi Moutong.
2. Bahasa Bajo, dituturkan oleh
masyarakat di daerah Kabupaten Parigi
Moutong, Kabupaten Donggala, Kabupaten Tolitoli, Tolitoli Utara, Kabupaten Banggai, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Morowali Utara. Selain di
Sulawesi Tengah, bahasa Kaili juga
dipertuturkan di Gorontalo, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
3. Bahasa Balaesang
4. Bahasa Balantak
5. Bahasa Banggai
6. Bahasa Besoa
7. Bahasa Bugis
8. Bahasa Bungku
9. Bahasa Buol
10. Bahasa Dondo
11. Bahasa Kaili
12. Bahasa Lauje Malala
13. Bahasa Moma
14. Bahasa Pamona
15. Bahasa Pipikoro
16. Bahasa Saluan
17. Bahasa Sangihe Talaud
18. Bahasa Seko
19. Bahasa Taa
20. Bahasa Tombatu
21. Bahasa Tomini
22. Bahasa Totoli
AGAMA
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian
besar memeluk agama Islam. Tercatat pada
sensus tahun 2015, 76.37% penduduknya memeluk agama Islam, 16.58% memeluk agama Kristen Protestan,
4.45% memeluk agama Hindu, Katolik
sebanyak 1.85%, serta Budha 0.74%. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karama dan Datuk
Mangaji, ulama dari Sumatra Barat; yang
kemudian diteruskan oleh Al Alimul Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim Al Djufri, seorang guru pada
sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai
Pahlawan nasional.
Agama Kristen pertama kali
disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh misionaris Belanda, A.C Cruyt dan Adrian. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah mayoritas
beragama Islam, namun tingkat toleransi
beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
SENI DAN BUDAYA
Musik dan tarian di Sulawesi
Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan
lainnya. Musik tradisional memiliki instrumen seperti gong, kakula, lalove dan jimbe. Alat musik ini lebih
berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai
bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional -
ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian
ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di
suatu keramaian. Banyak tarian yang
berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival.
Tari masyarakat yang terkenal
adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona,
kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian
dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara
penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian di mana laki-laki
dan perempuan berpegangan tangan dan
membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan
Jepang di Indonesia ketika Perang
Dunia II. Tarian in adalah tarian tradisional Sulawesi Tengah.
KEBUDAYAAN
Sulawesi Tengah kaya akan budaya
yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi
yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama
adalah warisan budaya yang tetap terpelihara
dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.
Karena banyak kelompok etnis
mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula
banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka
yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten
Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau
Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat
Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah
Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatra
Barat seperti tampak dalam dekorasi upacara
perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan
terdapat di Donggala Kodi, Watusampu,
Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih
dapat ditemukan.
Sementara masyarakat pegunungan
memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi
suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda
dengan Toraja, seperti contohnya
ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari
tiang dan dinding kayu yang beratap
ilalang dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan
Tambi merupakan rumah tempat tinggal.
Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.
Buya atau sarung seperti model
Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam
blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan
Eropa. Baju banjara yang disulam
dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra
yang membujur sepanjang dada hingga
bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.
Senjata tradisional masyarakat Sulawesi
Tengah adalah Parang (Guma), Tombak, Sumpit.
PEMERINTAHAN
KAWASAN PELESTARIAN
ALAM
Kawasan pelestarian alam meliputi
taman nasional, taman hutan raya (tahura),
dan taman wisata alam. Sulawesi Tengah memiliki beberapa
kawasan taman nasional, yaitu:
Taman Nasional Lore Lindu di
Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi.
Taman Nasional Kepulauan Togean
di Kabupaten Tojo Una-Una.
BANDARA
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki
beberapa bandar udara (bandara) yang beroperasi
untuk penerbangan domestik dan internasional, Adapun daftar bandara yang ada di sulteng adalah sebagai
berikut.
0 comments:
Post a Comment